search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Massa Desa Adat Liligundi Gerudug Gedung DPRD Karangasem
Kamis, 9 September 2021, 18:50 WITA Follow
image

beritabali/ist/

IKUTI BERITAKARANGASEM.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITAKARANGASEM.COM, KARANGASEM.

Polemik adat tak kunjung menemukan jalan keluar, puluhan warga Desa Adat Liligundi, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem datangi kantor DPRD Karangasem, pada Kamis, (09/09/2021)

I Made Sukadana selaku Ketua Pecalang yang dipercaya sebagai perwakilan warga menyampaikan bahwa maksud dan tujuan kedatangannya bersama puluhan warga ke gedung DPRD Karangasem tersebut meminta agar lembaga DPRD membantu mengawasi dan menjembatani permasalahan di Desa Adat Liligundi yang telah berlangsung sejak tahun 2019 silam.

"Persoalan di Desa Adat kami ini sudah lama tidak terselesaikan yang berakibat adanya gejolak di masyarakat, kalau ini dibiarkan seperti api dalam sekam yang sewaktu - waktu bisa meledak dan tentunya akan berdampak terhadap pemerintah. Harapan saya agar kelembagaan DPRD bisa ikut memantau dan menjembatani tahapan mediasi kedepannya sehingga MDA lembaga adat ini bisa mengambil keputusan secara independen," ujar Sukadana. 

Sukadana menuturkan, awal permasalahan muncul ketika akan dilaksanakan pemilihan bendesa adat Liligundi, lantaran Bendesa saat itu sudah habis masa bakti kepemimpinan.

Saat itu, terbentuklah panitia untuk mencari para calon Bendesa dan akhirnya muncul 5 nama calon dari dua banjar adat yang ada di Desa Adat Liligundi yaitu tiga orang calon diantaranya berasal dari Banjar Liligundi Kaja dan dua calon berasal dari Banjar Liligundi Kelod.

Dalam prosesnya, Sukadana berasumsi bahwa tahapan pencalonan ini akan berjalan sesuai dengan prosedur yang ada. Hanya saja tanpa sepengatahuan krama, tiba-tiba sudah muncul panitia pembentukan perarem dimana di dalam perarem tersebut ada syarat bahwa pendidikan calon bendesa minimal SMP padahal di dalam awig-awig Desa Adat liligundi tidak ada yang menyebutkan seperti itu terlebih saat itu juga belum lahir peraturan daerah (Perda) nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. 

Selain itu, Sukadana juga mengungkapkan bahwa saat proses perancangan perarem tersebut dilakukan, krama yang datang hanya berjumlah 118 orang dari jumlah total krama sebanyak 218 krama, padahal jika mengacu kepada awig-awig yang ada, pembuatan perarem akan sah apabila dihadiri oleh minimal 2/3 dari total jumlah krama.

Apalagi, menurut Sukadana 118 krama yang hadir saat itu tidak ada memberikan persetujuan terkait pembuatan perarem tersebut, anehnya lagi tanda tangan kehadiran 118 krama yang hadir saat itu dijadikan dasar oleh panitia bahwa 118 krama yang hadir itu bertandatangan menyetujui perarem. 

Pernyataan cukup keras juga disampaikan oleh Komang Jana selaku perwakilan warga yang ikut hadir, ia mengaku kecewa dengan panitia atas munculnya perarem tersebut tanpa adanya persetujuan dari krama terlebih sudah dianggap melenceng dari awig-awig yang ada.

Bagi Komang Jana, alasan di desa adat Liligundi tidak mencari tamatan karena dipercaya ketika seseorang menjabat sebagai klian adat, 50 persen ngayah untuk Tuhan dan 50 persen lagi untuk krama. 

"Kepercayaan kami Bendesa adalah wikan, karena wikan ini lebih tinggi dari tamatan. Meskipun ada lulusan S1 tetapi belum tentu mampu untuk memimpin dan mengatur sebuah Desa Adat,” kata Komang Jana.

Sementara itu, kedatangan puluhan krama desa adat Liligundi tersebut diterima oleh Wakil Ketua DPRD Karangasem, I Nengah Sumardi di Wantilan Kantor DPRD Karangasem.

 Menyikapi apa yang disampaikan oleh warga Desa Adat Liligundi, Sumardi menyarankan agar proses pemilihan bendesa adat harus mengacu pada awig-awig dan kesepakatan krama yang ada serta harus mengacu pada peraturan di atasnya yakni Perda.

"Tadi disampaikan bahwa dalam proses pengadegan pengelingsir desa melalui kepanitiaan dasarnya melalui perarem, nah perarem inilah yang dipermasalahkan karena dianggap tidak sesuai dengan isi awig, dimana sudah jelas disebutkan harus dihadiri 2/3 krama baru bisa dinyatakan kourum dalam proses pengambilan keputusan dari sisi kepanitiaan maupun dari sisi aturan, inilah yang yang menjadi masalah," ujar Sumardi. 

Untuk langkah selanjutnya, setelah menerima data - data dari perwakilan Krama yang datang, pihaknya akan segera melakukan kordinasi antar pimpinan termasuk komisi yang membidangi sehingga bisa menentukan langkah selanjutnya. 

"Kita akan berkoordinasi dulu, mungkin kita akan panggil MDA Kecamatan untuk mengetahui sejauh mana kompetensinya bisa memfasilitasi dari sisi permasalahan ini termasuk bersurat ke MDA Kabupaten juga nantinya," tandas Sumardi.

Editor: Robby Patria

Reporter: bbn/tim

Banner

Iklan Sponsor

Banner

Iklan Sponsor



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritakarangasem.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Karangasem.
Ikuti kami